Euforia Kuliner di Dompu : Menjamur Lalu Tenggelam?

Admin
By -
0
Oleh : Ety Ervinawati
Mahasiswa Semester 4 Prodi 
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Yapis Dompu.

Pepatah lama mengatakan bahwa  hilang satu tumbuh seribu sepertinya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, terutama di dunia kuliner. Agar bisa mewakili fenomena bisnis kuliner yang ada di kabupaten Dompu yang relatif singkat, secepat tumbuhnya, secepat itu hilangnya, dibutuhkan pepatah baru yang mengikuti perkembangan teknologi. Tumbuh satu maka tumbuh seribu sepertinya menjadi pepatah yang cocok untuk menggambarkan trend bisnis tersebut belakangan ini.
Euforia kuliner merebak di beberapa sudut kota maupun beragam kalangan, entah penikmat itu sendiri, atau orang-orang yang melihatnya sebagai peluang bisnis baru. Semua orang berbondong-bondong membuka usaha kuliner atau mengunjungi tempat-tempat yang baru saja dibuka, terdorong oleh rasa ingin tahu, sekaligus tergiur dari postingan-postingan beberapa pengunjung. Ada daya tarik tersendiri, ketika mengunjungi sebuah tempat dengan upaya yang luar biasa untuk bisa menikmatinya, tentu dengan antrian panjang yang melelahkan.

Dilansir dari Antaranews.com, Psychology Today menyebutkan bahwa orang lain turut andil dalam mempengaruhi perilaku kita, salah satu alasannya adalah karena kita hidup dalam dunia yang kompleks. Seseorang akan senang jika ada orang lain yang menavigasi hidupnya. Psikolog Robert Cialdini, dalam buku "Influence: The Psychology of Persuasion" memberikan contoh melalui sebuah iklan yang menggunakan kata "paling laris". Orang yang melihat tidak perlu diyakinkan apakah produk tersebut baik atau tidak, mereka hanya perlu mengetahui bahwa orang lain berpendapat demikian. Diperjelas oleh seorang peneliti di University of Essex, Julia Coultas mengatakan, "Bagi seseorang yang bergabung dengan suatu kelompok, meniru perilaku mayoritas akan menjadi perilaku yang masuk akal dan adaptif."

Ada sebuah trend nyata yang sedang mewabah di Dompu, yakni perilaku yang tertarik hanya dengan sebuah kata ‘paling laris’, bukan hanya dirasakan oleh pembeli dan calon pembeli, tetapi orang yang melihatnya sebagai peluang bisnis. Calon pemilik usaha yang sedang mencari produk, atau pemilik usaha yang sedang mencari produk untuk dikombinasikan dengan produknya. Namun ada kesamaan diantara perilaku itu, sama-sama mengejar viral dan kebahagiaan sesaat. Pemilik usaha lebih condong memandang sebagai peluang bisnis dan menirunya bulat-bulat, tanpa melewati proses berpikir kritis, untuk melihat fenomena  secara menyeluruh. Sehingga café-café bermunculan dengan nuansa indah dan eksotis, dilengkapi dengan berbagai kemewahan lainnya. Ada juga makanan cepat saji, menyebar di seluruh jalan-jalan utama, bahkan usaha rumahan ikut ambil bagian menjadikan jasa antar sebagai perantaranya. Semua berjalan dengan cepat dan instan.

Di zaman yang serba cepat dan canggih, semua permasalahan sudah disediakan langsung dengan jawabannya, yang disebut dengan tutorial. Jadi, jika gagal dalam menjalani usaha, maka tinggal mencari di media online Youtube, cukup dengan kata kunci ‘bagaimana’, maka semua akan keluar dengan berbagai versi dan cara penyampaiannya. Sehingga lahirlah usaha yang berlandaskan apa yang paling dicari oleh orang-orang. Semua serba terburu-buru, tanpa mempertimbangkan kematangannya dalam merencanakan sebuah usaha. Padahal banyak indikator yang harus dipenuhi untuk memulai usaha, bukan hanya mengenai kebersihan, peralatan dan tempat, tetapi harus menganalisis usaha yang sejenis namun tetap eksis bahkan dikenal oleh banyak orang. Semua yang dimulai dengan viral, ada masa kadarluasanya, di mana bosan menjadi alasan utama karena semua usaha menawarkan hal yang sama, tanpa adanya produk otentik yang unik. Harus diakui, orang Dompu lebih condong menyukai sikap latah dan meniru  untuk mendapatkan keberhasilan yang sama.

Hasil dari dialog ringan penulis dengan salah satu dosen di STKIP Yapis Dompu, mengatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan usaha mulai gulung tikar, salah satu penyebabnya karena struktur ekonomi di Kabupaten Dompu  yang sebagian besar masyarakatnya sangat bergantung pada sektor pertanian. Semua usaha akan mendapatkan pelanggan yang banyak jika sedang hasil panen. Lalu menurun daya belinya ketika pembeli dalam fase tanam. Hanya saja, ada usaha yang tetap beroperasi dan banyak pembelinya, walau bukan pada musim panen.

Mengapa bisa begitu? 

Hand touch. Sebuah mitos yang menjadikan usaha itu laris dan diiklankan oleh orang-orang. Apapun yang dimasak, jika seseorang merasa tetap enak, walau hanya memasukkan garam dan micin dimasakannya, maka telah dianugerahi oleh Allah Swt dengan tangan ajaib. Biasanya mereka memiliki peluang usahanya sukses dan tahan lama. Bisa jadi, usaha-usaha kecil dan rumahan yang gulung tikar, mereka tidak memilikinya. Namun tidak menutup kemungkinan,  jika memiliki daya juangnya yang besar, akan ada peluang untuk sukses. Kreasi dan inovasi rasa menjadi alternatif untuk menciptakan keunikan, karena pelanggan suka menikmati sesuatu yang berbeda dan enak. Contoh inovasi usaha yang dilakukan oleh Bakso Berkah Oo, Dompu, dari waktu ke waktu cita rasanya berbeda tiap tahunnya mengikuti kecenderungan pembeli. Atau contoh lainnya adalah Dapur Emak Dhani, usaha kuliner yang sedang eksis. Memulai usahanya dengan skala kecil, karena banyak pelanggan yang tidak kebagian tempat, berlahan-lahan dibangunlah barugak baru. Antrian panjanglah yang membuat daya tarik tersendiri ketika menikmatinya. Satu hal yang tidak terpikirkan oleh usaha manapun, bahwa Dapur Emak Dhani menggiring opini masyarakat bahwa hanya orang-orang yang eksklusif bisa ke tempatnya.

Mencaritahu tentang suatu produk adalah tindakan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, dengan cara membandingkan rasa dengan usaha yang laris, penyebab produk yang sama namun berbeda perlakuan. Koreksi dan inovasi menjadikan usaha tetap bertahan. Tentu jasa antar yang siap sedia, mampu menarik pelanggan kembali untuk membeli. Pelanggan lebih menyukai mengeluarkan uang lebih, hanya untuk mendapatkan kenyamanan. Di samping itu, usaha yang telah memiliki karyawan, pemilik usaha lebih condong menyerahkan semua pengolahan kepada karyawannya, yang menyebabkan perubahan rasa pada masakannya. Semestinya pemilik usaha harus tetap memegang teguh sebuah mitos hand touch, walaupun menyodorkannya dengan resep yang sama. Kebanyakan usaha yang bertahan lama, akan selalu mempertahankan rasa otentiknya.

Seorang penjual online pernah ditanyai rahasianya agar tetap laris jualannya setiap hari berkata, “Jangan buat pasar mempengaruhi cara berpikir kita, tetapi pasarlah yang harus terpengaruh oleh pemikiran kita. Artinya, batasi jumlah produk yang dijual harian, walaupun banyak pelanggan yang memesan, cukup dialihkan saja keesokan hari. Salah satu cara untuk mempertahankan rasa dan eksklusif produk kita.”

Ada hal teknis yang seharusnya dipelajari ketika memulai usaha, yakni mengetahui situasi perekonomian suatu daerah atau kota, seperti Dompu yang bergantung pada sektor pertanian sehingga daya belinya mengikuti musim dan waktu-waktu tertentu. Membuka usaha tidak melulu tentang modal besar dan akses pertemanan yang luas. Tidak cukup dengan membangun tempat dengan desain interior yang estetik, tetapi harus tahu perilaku dan psikologis pelanggan. Café tidak selamanya harus besar dan dipenuhi kursi dan meja yang tertata rapi, didesain sedemikian rupa, karena akan membuka celah “tidak laris” disebabkan masih banyak kursi yang kosong. Walaupun transaksinya besar, pelanggan menangkap semua fakta dengan mata bukan data apalagi angka. Akan lebih praktis, jika disediakan kursi dan meja, yang memungkinkan selalu penuh dan menyebabkan antri, karena rasa penasaran.
Membangun usaha tidak hanya mengikuti euforia sesaat, melainkan bagaimana mempertahankannya dengan berbagai inovasi baru. Cara dan langkah yang diambil ketika memulai usaha, menentukan sukses dan tidak suksesnya sebuah usaha. [*]

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)